IDENTIFIKASI DAN PENGEMBANGAN BAKAT OLAHRAGA
Kajian ini ditulis untuk memberikan gambaran bagaimana mengembangkan instrumen identifikasi bakat. Beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk melakukan identifikasi bakat, yaitu: kesehatan; kualitas biometrik; faktor hereditas; fasilitas dan iklim; serta tersedianya para ahli. Identifikasi calon atlet berbakat tidak dapat dipecahkan hanya dengan satu usaha, tetapi memerlukan waktu beberapa tahun yang terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu: fase primer; fase kedua; dan fase akhir. Instrumen pemanduan bakat harus bersifat spesifik dan disesuaikan dengan cabang olahraga masing-masing, yang pengembangannya dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan. Pendekatan pertama dilakukan dengan cara menyusun tes baterei, sedangkan pendekatan kedua dilakukan yang telah dikembangkan para ahli. Salah satu tes baku terkenal adalah tes identifikasi bakat dari Australian Sports Commision. Butir-butir tes terdiri dari: Tes tinggi badan; Tes berat badan; Tes tinggi duduk; Tes rentang lengan; Tes lempar tangkap bola; Tes lempar bola basket; Tes lompat tegak; Tes lari bolak-balik; Tes lari 40 meter; dan Tes lari multitahap.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa anak-anak, remaja bahkan orang dewasa banyak yang terlibat dalam kegiatan olahraga. Hampir di setiap lapangan ataupun fasilitas umum yang ada, dipenuhi anak-anak sampai orang dewasa untuk sekedar melakukan kegiatan olahraga. Dari fenomena yang ada perlu disadari bahwa kegiatan yang dilakukan oleh pecinta olahraga, mempunyai tujuan berbeda antara satu dengan lainnya, sehingga tidaklah aneh jika menjumpai kegiatan olahraga yang sama, namun dilakukan dengan cara dan dalam bentuk berbeda. Hal ini terjadi akibat adanya perbedaan tujuan beraktivitas. Perbedaan bentuk aktivitas tersebut hendaknya tidak terlalu dirisaukan, karena tidak jarang terjadi aktivitas profesional yang dilakukan oleh para atlet, pada mulanya diawali dengan aktivitas yang bersifat hobi atau amatir. Bompa dalam Theory Methodology of Training menyatakan, keterlibatan para remaja di negara barat dalam aktivitas olahraga sebagian besar didasarkan pada tradisi, idealisme, popularitas cabang olahraga, desakan orang tua, keterampilan yang dimiliki guru olahraga di sekolah, ketersediaan alat dan fasilitas olahraga, dan sebagainya. Gambaran di atas terjadi beberapa waktu yang lalu atau mungkin juga masih terjadi sampai saat ini (Bompa, 1990). Keadaan di atas tentunya akan mengecewakan hati para ahli teori latihan, karena dalam kondisi tersebut seorang anak yang mungkin secara alami berpotensi dalam cabang olahraga tertentu bisa berubah menjadi atlet cabang olahraga lainnya, yang sebenarnya anak tersebut tidak mempunyai potensi yang sesuai dengan cabang olahraga yang digelutinya. Hasil akhir situasi di atas dapat diduga, bahwa anak yang terlibat dalam kegiatan tersebut akan mendapatkan hambatan dalam upayanya untuk meraih prestasi puncak yang diharapkan.
- IDENTIFIKASI BAKAT
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksudkan dengan bakat adalah dasar (kepandaian, sifat, dan pembawaan) yang dibawa dari lahir dan dalam Webster’s Encyclopedic Unabridged Dictionary of the English Language dinyatakan sebagai a special natural ability. Dari pengertian bakat di atas, selanjutnya dapat dikatakan bahwa identifikasi bakat olahraga adalah proses pemberian ciri (karakteristikisasi) terhadap dasar kemampuan yang dibawa dari lahir yang dapat melandasi keterampilan olahraga.
Deborah Hoare menyatakan bahwa pemanduan bakat mengandung tiga pengertian, yaitu: Identifikasi bakat, Seleksi bakat dan Pengembangan bakat. Untuk memperjelas perbedaan makna antara ketiga terminologi di atas, berikut ini akan dikutipkan pandangan Hoare terhadap ketiga terminologi tersebut. Hoare mendefinisikan Identifikasi bakat adalah penjaringan terhadap anak dan remaja dengan menggunakan tes-tes jasmani, fisiologis dan keterampilan tertentu untuk mengidentifikasi potensi-potensi yang dimiliki, agar berhasil dalam aktivitas olahraga yang dipilih (keterlibatan dalam aktivitas olahraga sebelumnya tidak merupakan prasyarat bagi identifikasi ini). Sedangkan seleksi bakat diartikan dengan penjaringan atlet-atlet muda yang sedang berpartisipasi dalam olahraga yang dilakukan oleh para pelatih berpengalaman dengan menggunakan tes-tes jasmani, fisiologis, dan keterampilan tertentu dalam upaya melakukan identifikasi terhadap atlet yang mempunyai kemungkinan paling berhasil dalam cabang olahraga yang diikutinya.
Dan yang dimaksudkan dengan pengembangan bakat adalah proses pemilihan calon atlet pada tahap berikutnya. Pada tahap ini atlet harus diberikan infra struktur memadai yang memungkinkan atlet dapat mengembangkan potensinya secara penuh. Pemberian infra struktur ini termasuk di dalamnya kepelatihan yang tepat dan program latihan serta kompetisi yang sejalan dengan dukungan fasilitas, peralatan dan keilmuan (Hoare D.,1995).
- PROSES IDENTIFIKASI BAKAT
Untuk mendapatkan calon atlet yang kelak diharapkan dapat meraih prestasi, diperlukan upaya dengan beberapa tahapan. Bompa menyatakan ada beberapa tahapan yang harus dikuti untuk mempersiapkan atlet. Adapun tahapan yang dimaksud adalah: (1) Mencari calon atlet berbakat; (2) Memilih calon atlet pada usia muda; (3) Memonitor calon atlet tersebut secara terus-menerus dan teratur; (4) Membantu calon atlet agar dapat meraih prestasi puncak. Selama ini hasil observasi menunjukkan bahwa eksistensi atlet elit selalu berkait erat dengan kerja dan waktu yang diinvestasikan para pelatih kepada calon atlet yang memiliki kemampuan alami superior. Dalam pernyataan tersebut tersirat suatu peringatan ataupun arahan agar supaya potensi, waktu dan energi yang dimiliki pelatih tidak terbuang tanpa arti dalam proses kepelatihannya, demikian juga dengan diperolehnya hasil berlatih yang jauh dari optimal, maka perlu dilakukan pemilihan calon atlet yang mempunyai kemungkinan paling besar untuk mengembangkan potensinya. Dengan demikian, dapatlah ditarik konklusi bahwa tujuan utama melakukan identifikasi calon atlet adalah untuk mengidentifikasi dan memilih calon atlet yang mempunyai kemampuan terbaik sesuai dengan cabang olahraga yang dipilih.
Bompa (Bompa, 1990) menyatakan di negara barat identifikasi calon atlet bukanlah merupakan suatu konsep baru dalam bidang olahraga, meskipun kegiatan identifikasi calon atlet ini belum banyak dikerjakan secara formal. Sebagai ilustrasi dapat dicermati keadaan berikut: pada akhir tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an, sebagian besar negara Eropah Timur telah menetapkan metode khusus untuk melakukan identifikasi calon atlet potensial. Prosedur pemilihan calon atlet ditemukan dan diarahkan oleh para ilmuwan olahraga, selanjutnya para ilmuwan memberikan rekomendasi beberapa calon atlet berpotensi dalam cabang olahraga tertentu kepada para pelatih.
Dengan menggunakan prosedur pemilihan calon atlet seperti disebutkan di atas hasilnya sangat menakjubkan. Beberapa atlet Republik Demokrasi Jerman yang meraih medali di arena Olimpiade 1972, ternyata terpilih menjadi calon atlet melalui pemilihan dengan cara ilmiah. Hal yang sama terjadi pula pada para atlet Bulgaria di arena Olimpiade 1976. Hampir 80% peraih medali negara tersebut merupakan hasil dari suatu proses identifikasi calon atlet yang dilakukan secara cermat. Ilustrasi lain dapat disajikan sebagai berikut: pada tahun 1976 di Romania terdapat sekelompok ilmuwan dan ahli olahraga dayung yang memilih remaja puteri untuk disiapkan menjadi atlet cabang olahraga dayung. Pada awalnya dari 27 000 remaja puteri dipilih sebanyak 100 orang.
Dari 100 orang remaja puteri yang terpilih pada tahun 1978 disusutkan menjadi 25 orang. Perlu diketahui, bahwa sebagian besar atlet (dari 25 orang remaja puteri) ini menjadi anggota kontingen Romania di Olimpiade Moskow 1980. Partisipasi 25 remaja puteri Romania ini di arena Olimpiade Moskow, meraih 1 medali emas, 2 medali perak, dan 2 medali perunggu. Sedangkan kelompok remaja puteri lainnya yang dipilih pada akhir tahun 1970-an menghasilkan 5 medali emas dan 1 medali perak di arena Olimpiade Los angeles, dan meraih 9 medali emas di arena Olimpiade Seoul 1988 (Bompa, 1990). Ilustrasi di atas akan memperkuat keyakinan para ahli teori latihan bahwa pola pembinaan yang dilakukan telah berada pada jalur yang benar. Oleh karena itu, agar mendapatkan manfaat lebih lanjut, maka proses identifikasi calon atlet harus menjadi satu tugas yang mengasyikkan dan dilakukan secara terus-menerus. Untuk melakukan identifikasi bakat, yang pada gilirannya diharapkan dapat menemukan calon atlet yang dapat meraih prestasi tinggi dalam bidang olahraga. diperlukan pengembangan kriteria yang bersifat psiko-biologik, Penggunaan kriteria ilmiah dalam proses identifikasi calon atlet mempunyai beberapa keuntungan antara lain: (1) Secara substansial dapat mengurangi waktu yang diperlukan dalam upaya meraih prestasi puncak; (2) Dapat mengeliminir volume kerja, energi dan pemborosan potensi yang dimiliki pelatih. Sebab efektifitas latihan yang diberikan pelatih kepada atlet akan meningkat, jika latihan tersebut diberikan kepada calon atlet berkemampuan istimewa; (3) Dapat meningkatkan sikap kompetitif dan variasi tujuan yang dimiliki atlet dalam upaya meraih tingkat kinerja puncak, yang hasil akhirnya akan membuat anggota tim semakin kuat dan lebih homogen, serta mempunyai kinerja internasional lebih baik; (4) Dapat meningkatkan rasa percaya diri calon atlet, sebab dinamika kinerja calon atlet ternyata lebih baik dibandingkan dengan kinerja yang ditampilkan oleh para atlet kelompok umur sama yang dilatih tidak melalui proses seleksi secara ilmiah; (5) Secara tidak langsung mendukung penerapan latihan dengan pendekatan ilmiah, karena ahli para olahraga yang membantu dalam mengidentifikasi calon atlet, termotivasi untuk meneruskan dan memonitor latihan yang dilakukan calon atlet tersebut.
- METODE IDENTIFIKASI BAKAT
Dalam literatur teori latihan dikenal dua metode dasar untuk melakukan seleksi, yaitu: metode seleksi alami (natural selection) dan metode ilmiah (scientific selection) (Bompa, 1990). Metode seleksi alami dipertimbangkan sebagai metode dengan pendekatan normal dalam pengembangan potensi atlet. Metode ini berasumsi bahwa atlet yang mengikuti aktivitas olahraga merupakan hasil pengaruh lokal (tradisi sekolah, keinginan orang tua, ataupun keinginan kelompok sepermainannya), sehingga evolusi prestasi atlet ditentukan atau tergantung pada pilihan yang bersifat alami. Oleh karena itu, evolusi prestasi atlet kerap kali sangat lamban, hal ini disebabkan atlet telah melakukan pilihan cabang olahraga yang tidak tepat baginya. Sedangkan Metode seleksi Ilmiah, merupakan metode pemilihan calon atlet yang dilakukan pelatih terhadap para remaja prospektif didukung dengan bukti-bukti bahwa calon atlet mempunyai kemampuan alami untuk cabang olahraga yang dilatihkan.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan untuk meraih prestasi puncak bagi calon atlet yang dipilih secara ilmiah lebih singkat, bila dibandingkan dengan calon atlet yang dipilih melalui metode alami (Bompa, 1990). Berdasarkan pernyataan di atas, metode pemilihan calon atlet yang dilakukan secara ilmiah sudah selayaknya mendapatkan pertimbangan secara ketat, khususnya bagi cabang olahraga yang memerlukan persyaratan tinggi dan berat badan (seperti: bola basket, bola voli, sepak bola, mendayung, lempar lembing, dsb), Hal yang sama dapat pula ditujukan pada cabang olahraga lain yang memerlukan kecepatan, waktu reaksi, koordinasi dan power yang dominan (seperti: lari cepat, judo, hoki, nomor lompat dalam atletik, dsb).
Dengan bantuan ilmuwan olahraga, kualitas yang dibutuhkan dapat dideteksi, dan sebagai hasil pengujian ilmiah yang dilakukan oleh profesional yang berkompeten di bidangnya, calon atlet berberbakat dapat dipilih secara ilmiah dan selanjutnya dapat diarahkan pada cabang olahraga yang sesuai.
- KRITERIA IDENTIFIKASI CALON ATLET
Prestasi tinggi dalam olahraga memerlukan calon atlet dengan profil biologik khusus, kemampuan biomotorik menonjol, dan ciri-ciri fisiologik yang kuat. Pada dekade terakhir, ilmu latihan telah melangkah ke depan secara impresif, dan ini merupakan dukungan penting bagi perkembangan prestasi atlet. Perkembangan dramatik lainnya juga telah dilakukan berkaitan dengan kuantitas dan kualitas latihan. Walaupun demikian, jika partisipan yang terlibat dalam aktivitas olahraga memiliki hambatan biologik, atau mempunyai kekurangan dalam hal kemampuan yang dipersyaratkan cabang olahraga tertentu, maka kekurangan awal dalam hal kemampuan alami ini sulit ditanggulangi, meskipun para atlet melakukan latihan dengan jumlah latihan berlebih. Oleh karena itu, identifikasi calon atlet merupakan sesuatu yang vital dalam pencapaian prestasi olahraga.
Pandangan para ahli teori latihan sudah jelas, bahwa latihan optimal memerlukan kriteria optimal pula bagi identifikasi calon atlet, sehingga permasalahan validitas, objektivitas dan reliabilitas kriteria pemilihan calon atlet telah menjadi sesuatu yang menarik perhatian banyak ahli. Seiring dengan perkembangan pengetahuan di bidang tes, pengukuran dan evaluasi, tampaknya penting tidaknya kriteria identifikasi calon atlet tidak menjadi permasalahan pelik lagi, karena permasalahan yang dihadapi dapat dipecahkan dengan menggunakan pengetahuan tersebut. Bagi individu yang tidak terpilih untuk berpartisipasi dalam olahraga prestatif tidak berarti tidak diperkenankan melakukan aktivitas olahraga. Kelompok ini dapat berpartisipasi dalam program olahraga lainnya yang bersifat rekreasional, dimana individu dapat mengisi kebutuhannya dibidang kejasmaniahan dan sosial, atau bahkan berpartisipasi dalam kompetisi meskipun pada level yang berbeda.
Sebagai langkah selanjutnya di bawah ini dikemukakan beberapa kriteria utama dalam melakukan identifikasi atlet:
1) Kesehatan
Kesehatan merupakan sesuatu yang mutlak bagi setiap orang yang akan berpartisipasi dalam latihan olahraga. Oleh karena itu, calon atlet sebelum diterima dalam suatu perkumpulan harus melalui pengujian medik. Dokter perlu memberi rekomendasi dan pelatih sebaiknya memilih calon atlet yang memiliki kesehatan sempurna. Selama pengujian, ahli medik dan ahli pengujian di bidang jasmani, seharusnya mengobservasi status calon atlet, apakah calon atlet mempunyai “malfunction” secara fisik maupun organik? Dan selanjutnya memberi rekomendasi yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Untuk cabang-cabang olahraga dinamis (seperti: hoki, bola basket, atletik, renang, dll), calon atlet dengan kondisi “malformation” tidak dapat dipilih, tetapi untuk olahraga dengan karakteristik statik (seperti: menembak, panahan, bowling, dll) diskriminasi yang diberlakukan seperti pada olahraga dinamis dapat lebih diperlonggar.
Sama seperti di atas, status fungsional individu, seperti: kemampuan menggerakkan lengan, kaki, dll, sebaiknya juga memegang peran penting dalam identifikasi calon atlet, karena disparitas fungsional dapat berperan restriktif (pembatas). Satu hal lagi, diskriminasi diantara calon akhirnya harus dihubungkan dengan kebutuhan fungsional dan kekhususan cabang olahraga.
2) Kualitas Biometrik.
Kualitas biometrik atau ukuran antropometrik calon atlet merupakan “asset” penting bagi beberapa cabang olahraga, oleh karenanya kualitas biometrik ini harus dipertimbangkan diantara banyak kriteria utama dalam identifikasi calon atlet. Tinggi dan berat badan, ataupun panjang anggota badan, kerapkali berperan dominan dalam cabang-cabang olahraga tertentu, meskipun terjadi pada tahap awal identifikasi calon atlet beberapa cabang olahraga yang dilakukan pada umur 4-6 tahun (seperti: senam, renang). Seperti dipahami bersama, para ahli akan mengalami kesulitan memprediksi dinamika pertumbuhan dan perkembangan calon atlet pada usia muda. Oleh karena itu, pada fase pertama identifikasi, perkembangan jasmani calon atlet harus menampakkan keharmonisannya. Ini dapat dilakukan dengan menguji persendian kaki, panggul dan lebar bahu, dan rasio antara lebar panggul dengan lebar bahu.
3) Hereditas
Hereditas kerapkali memainkan peran penting dalam latihan. Anak-anak cenderung mewarisi karakteristik biologik dan psikologik orang tuanya, meskipun melalui pendidikan, latihan, dan pengkondisian sosial, kualitas yang diwariskan mungkin hanya sedikit mengalami perubahan. Sampai saat ini, para ahli belum memperoleh kesamaan pandang tentang peran hereditas terhadap latihan. Radut menyatakan bahwa hereditas merupakan sesuatu yang penting, tetapi tidak mutlak berperan dalam latihan, sementara Klissouras, dkk mempertimbangkan perkembangan kapabilitas fungsional pada akhirnya akan dibatasi oleh potensi genetik seseorang (Bompa, 1990). Dan Bompa sebagai salah satu pakar teori latihan menyatakan secara tidak langsung bahwa sistem dan fungsi ditentukan secara genetik.
4) Fasilitas dan Iklim Olahraga.
Fasilitas dan iklim dapat berperan sebagai pembatas berbagai olahraga bagi calon atlet terpilih. Oleh karena itu, jika kondisi alam atau fasilitas yang tersedia kurang memenuhi persyaratan, maka bisa jadi atlet yang dikategorikan kurang berbakat dapat berlatih dengan hasil lebih baik dibandingkan atlet berpotensi. Tentunya, kondisi ini bukan yang diharapkan para ahli teori latihan, karena bagaimanapun kinerja optimal sulit diperoleh calon atlet tidak berpotensi.
5) Tersedianya Para Akhli.
Tersedianya para ahli atau pelatih yang berpengetahuan dalam bidang identifikasi dan pengujian, juga menjadi hal yang membatasi proses pemilihan calon atlet. Dengan menggunakan metode ilmiah yang canggih, kemungkinan menemukan calon atlet superior menjadi lebih tinggi. Universitas ataupun institusi keolahragaan yang mempunyai peralatan/fasilitas pengujian dan para ahli yang berkualitas, dapat dimanfaatkan untuk kepentingan seleksi calon atlet, dan memonitor program latihan yang dilakukan calon atlet. Seorang pelatih tidak dapat menanggulangi permasalahan prestasi olahraga seorang diri. Jika menginginkan peningkatan latihan yang signifikan, maka kerjasama antara para ahli latihan, ilmuwan olahraga, dan para pelatih menjadi hal yang sangat vital,
- TAHAPAN IDENTIFIKASI BAKAT
Identifikasi bakat secara komprehensif tidak dapat dipecahkan dalam satu usaha, akan tetapi dilakukan selama beberapa tahun yang terbagi menjadi tiga tahapan:
a) Tahap Pertama
Dalam banyak kasus, identifikasi calon atlet pada fase primer terjadi pada fase pre-pubertas (3-8 tahun). Pada fase ini didominasi oleh pengujian yang dilakukan oleh dokter terhadap kesehatan calon atlet dan perkembangan jasmani secara umum, juga pengujian ini dipolakan untuk mendeteksi tingkat keberfungsian tubuh. Porsi pengujian biometrik dapat difokuskan kepada 3 konsep utama: (1) Menemukan defisiensi jasmani yang dapat membatasi calon atlet; (2) Menentukan tingkat perkembangan jasmani calon atlet dengan menggunakan alat-alat sederhana; (3) Mendeteksi “eventual genetic dominants” (seperti tinggi badan), sehingga para remaja dapat diarahkan untuk memasuki kelompok olahraga, yang kelak menjadi spesialisasinya.
b) Tahap Kedua
Tahap ini dilakukan selama dan sesudah pubertas. Fase ini mewakili fase seleksi calon atlet paling penting, biasanya pada fase ini juga digunakan oleh para remaja yang telah siap untuk mencari pengalaman ke dalam latihan olahraga yang terorganisir. Teknik yang digunakan dalam seleksi tahap kedua harus menilai dinamika parameter biometrik dan fungsional, karena tubuh calon atlet telah siap melakukan adaptasi pada tingkat tertentu terhadap kekhususan dan persyaratan olahraga yang dilakukan. Sebagai akibatnya pengujian kesehatan harus dilakukan secara rinci dan tujuannya adalah mendeteksi hambatan yang dapat menurunkan prestasi.
Saat kritis bagi remaja pada fase pubertas adalah adanya perubahan biometrik yang besar (misalnya: anggota badan bagian bawah tumbuh dengan nyata, otot-otot berkembang tidak proporsional, dll). Oleh karena adanya perkembangan jasmani secara umum tersebut, maka satu hal yang harus dipertimbangkan oleh para ahli adalah adanya pengaruh latihan tertentu terhadap perkembangan dan pertumbuhan atlet. Latihan intensif, latihan beban berat, dan latihan kekuatan pada anakanak umur awal menghambat pertumbuhan, karena akan mempercepat penutupan serabut tulang rawan. Hal ini bisa dicontohkan dengan terjadinya penutupan yang sifatnya prematur terhadap tulang panjang.
Oleh karena itu, bagi atlet yang melakukan program latihan dengan mendasarkan pada proses seleksi alami diharapkan selalu berhubungan dengan pelatihnya, karena semua aspek yang digambarkan di atas akan berpengaruh terhadap perubahan prestasinya. Identifikasi calon atlet pada fase kedua, psikolog olahraga harus mulai memainkan perannya lebih penting dengan melakukan pengujian psikologik secara komprehensif. Setiap profil psikologik atlet harus dikumpulkan. Dengan kumpulan data tersebut para psikolog dapat menyatakan ciri-ciri psikologik atlet yang diperlukan untuk berlatih cabang olahraga tertentu. Hasil tes ini juga akan membantu dalam menentukan kebutuhan psikologik apa yang diperlukan di masa datang.
c) Tahap Akhir
Identifikasi atlet tahap akhir ini terutama berhubungan dengan calon anggota tim nasional. Tugas yang harus dilakukan pada tahap ini harus sangat rinci, reliabel dan berkorelasi tinggi dengan kekhususan dan persyaratan cabang olahraga. Diantara beberapa faktor utama yang di kemukakan di atas, satu hal yang harus diuji adalah kesehatan atlet, adaptasi fisiologik dalam latihan dan kompetisi, kemampuan untuk menanggulangi stress, dan yang paling penting adalah menguji potensinya untuk mengembangkan prestasinya lebih lanjut.
Satu penilaian obyektif di atas dilakukan secara periodik terhadap kondisi medik, psikologik, dan uji latihan. Data yang diperoleh dari pengujian dicatat dan dibandingkan dengan maksud untuk mengilustrasikan dinamika kinerja para atlet dari tahap primer sampai pada tahap akhir selama berkarier dalam dunia olahraga. Sebuah model optimal sebaiknya ditetapkan untuk masing-masing tes dan masingmasing calon atlet dibandingkan dengan model tersebut. Dari perbandingan itu dapat disimpulkan hanya calon atlet istimewa saja yang sebaiknya dipertimbangkan menjadi anggota tim nasional.
- PENGEMBANGAN INSTRUMEN PEMANDUAN BAKAT OLAHRAGA
Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mengembangkan instrumen pemanduan bakat :
- Pendekatan Pertama
Instrumen pemanduan bakat tipe ini merupakan suatu tes baterei yang disusun oleh pengembang tes. Penyusunan tes dapat dilakukan dengan mendasarkan pada kriteria seperti yang telah diidentifikasi oleh Dragan. Sekiranya identifikasi yang dilakukan Dragan dirasakan belum cukup menggambarkan kemampuan yang harus dimilik oleh calon atlet olahraga tertentu, maka analisis terhadap kriteria dapat dipertajam oleh pengembang tes. Dari hasil identifikasi yang ada dapat dicari macammacam tes yang sesuai dengan karakteristik cabang olahraga yang menjadi sasaran . Sebagai contoh: Tes pemanduan bakat bola basket
Dari hasil analisis yang dilakukan Dragan diperoleh kriteria sebagai berikut. Biometrik: Tubuh tinggi, lengan panjang, Biomotorik: power anaerobik tinggi, kapasitas aerobik tinggi, koordinasi, Psikologik: kemampuan berpikir untuk menjalankan taktik, semangat kerjasama, tahan terhadap kelelahan dan stress. Dengan mendasarkan pada kriteria di atas, selanjutnya pengembang berupaya mencari butir-butir tes yang sesuai dengan kebutuhan permainan bola basket. Di bawah ini diberikan sebuah contoh yang dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam penyusunan tes pemanduan bakat.
Tabel 1. Faktor , Bentuk Tes Dan Parameter
NO | FAKTOR | BENTUK TES | PARAMETER |
1 | KUALITAS BIOMETRIK | 1. TINGGI BADAN 2. RENTANG LENGAN | CENTIMETER CENTIMETER |
2 | KUALITAS BIOMOTORIK - POWER ANAEROBIK - KEMAMP. AEROBIK - KOORDINASI | 1. LARI 40 METER 2. LARI MULTI TAHAP 3. LEMPAR TANGKAP | BOLA DETIK TINGKAT/ SERI FREKUENSI |
3 | 3. KEMAMP. PSIKOLOGIK - KEMAMP BERPIKIR - KERJASAMA - KETAHANAN TERHADAP STRESS | 1. TES INTELEGENSI 2. SOSIOMETRI 3. STRESS INVENTORY | SKOR TES ANAL. SOSIOGRAM SKOR TES |
Sumber:
Arnot, R. B. dan Gaines C. L. Sports Talent Hastad dan Lacy, Measurementand Evaluation: in ContemporaryPhysical Education
Safrit J. M. Introduction to Measurement in Physical Education and Exercise Science
- Pendekatan Kedua
Pendekatan ke dua ini menggunakan tes baku yang telah dikembangkan para ahli. Di beberapa negara maju telah banyak disusun tes yang bersifat baku yang dipergunakan untuk mengukur bakat. Salah satu tes baku yang cukup dikenal di Indonesia adalah tes identifikasi bakat yang disusun oleh Australian Sports Commision. Tes identifikasi bakat tersebut pada tahun 1998 telah diadopsi dan diadaptasikan oleh Kantor Negara Pemuda dan olahraga, yang. secara singkat dapat digambarkan sebagai:
Tabel 2. Faktor, Bentuk, Dan Butir Tes
NO | FAKTOR | BENTUK TES | PARAMETER |
1 | BENTUK DAN UKURAN TUBUH | 1. TINGGI BADAN 2. BERAT BADAN 3. TINGGI DUDUK 4. RENTANG LENGAN | 1. CENTIMETER 2. KILOGRAM 3. CENTIMETER 4. CENTIMETER |
2 | 2. KEMAMPUAN JASMANI TERDIRI DARI: - KOORDINASI TANGAN-MATA - KEKUATAN BADAN BAGIAN ATAS - POWER (DAYA LEDAK) - KELINCAHAN - KECEPATAN - KAPASITAS AEROBIK | 5. LEMPAR TANGKAP 6. LEMP. B. BASKET 7. LOMPAT TEGAK 8. LARI BOLAKBALIK 9. LARI 40 METER 10. LARI MULTI TAHAP | 5. FREKUENSI 6. METER 7. CENTIMETER 8. DETIK 9. DETIK 10. TINGKAT: |
Sumber: Kantor Menegpora, Pedoman Pemanduan Bakat Olahraga.
KESIMPULAN
Untuk mengakhiri uraian tulisan ini, dapatlah ditarik beberapa proposisi yang dapat dikemukakan sebagai berikut: Identifikasi bakat terhadap calon atlet perlu dilakukan dan dalam konteks ini yang dimaksud dengan identifikasi bakat adalah penjaringan terhadap anak-anak dan remaja dengan menggunakan tes–tes jasmani, fisiologis, dan keterampilan tertentu untuk mengidentifikasi potensipotensi yang dimiliki, agar berhasil dalam aktivitas olahraga yang dipilih. Identifikasi bakat yang dilakukan secara ilmiah mempunyai beberapa keuntungan bila dibandingkan dengan pendekatan konvensional, karena metode ilmiah memberikan kemungkinan bagi pelatih untuk dapat memilih calon atlet prospektif yang didukung dengan bukti-bukti kemampuan untuk cabang-cabang olahraga yang dilatihkan.
Ada beberapa kriteria yang dapat dipergunakan untuk melakukan identidikasi bakat, yaitu: kesehatan ,yang di dalamnya tercakup fungsi dan struktur organ tubuh; kualitas biometrik; faktor hereditas, yang berkait erat dengan karakteristik biologik dan psikologik; fasilitas dan iklim yang mendukung aktivitas olahraga; serta tersedianya para ahli. Identifikasi calon atlet berbakat tidak dapat dipecahkan hanya dengan satu usaha, akan tetapi perlu dilakukan beberapa tahun yang dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu: fase primer yang terjadi pada fase pre-pubertas; fase kedua, fase ini biasanya dilakukan selama dan sesudah pubertas; dan fase akhir, yang biasanya berkaitan dengan calon anggota tim nasional.
Instrumen pemanduan bakat yang dipergunakan untuk melakukan identifikasi bakat olahraga calon atlet harus spesifik dan disesuaikan dengan cabang olahraga masing-masing, yang pengembangannya dapat dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.iptekor.com/doc/08_3_2.pdf
Arnot, R. B. dan Gaines C. L. (1986) Sports Talent. New York: Penguin Books.
Bompa Tudor O. (1990) Theory And Methodology of Training: The Key to Athletic Performance. Dubuque. Iowa: Kendall/Hunt Publishing Company.
Hastad D. N. dan Lacy A. C. ( 1989) Measurement And Evaluation: In
Contemporary Physical Education. Scottsdale, Arizona: Gorsuch Scarisbrick, Publishers
Hoare D. ( 1995) Talent Identification For Team Sports (Materi disajikan dalam Lokakarya Nasional Olahraga dan Kepelatihan diselenggarakan oleh kantor Menpora)
Kantor Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (1998) Pedoman Pemanduan Bakat Olahraga. Jakarta: Kantor MENPORA
Safrit J. M. (1986) Introduction To Measurement In Physical Education And Exercise Science. Lagos, St. Louis: Times Mirror/Mosby College Publishing.
www.nurulprihatmokosangjuara.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar